Kumbakarna adalah seorang patriot. Suatu ketika dia
pernah berjasa kepada bangsa Dewa, sehingga dia diberi kebebasan untuk
menentukan pilihan hadiah apa yang diinginkan dari bangsa Dewa. Adalah Batara
Brahma dan Batari Saraswati yang diutus Hyang Guru untuk menemui Kumbakarna
menanyakan apa yang diminta. Diyakini bahwa Kumbakarna sedianya akan meminta
‘Indrasan’, ungkapan dalam bahasa Sansekerta yang berarti sebuah keistimewaan
untuk menjalani hidup mewah di negeri kahyangan Kaendran, milik Batara Indra,
seperti yang terjadi pada Arjuna beberapa ratus warsa kemudian. https://goo.gl/maps/LjrZAsMYwkM2
Tapi Kumbakarna menjadi salah tingkah dihadapan Dewi
Saraswati, lidahnya kelu dan salah mengucap ‘Nendrasan’, yang berarti tidur
panjang. Maka Kumbakarna pun mengalami tidur panjang. Ketika negeri Alengka
kemudian diserang oleh negri Ayodya dibantu oleh pasukan bangsa Kera, Rahwana
kemudian memerintahkan prajuritnya agar segera membangunkan Kumbakarna.
Dibutuhkan sekelompok gajah untuk menginjak-injak tubuh Kumbakarna agar membuka
matanya dari tidur panjang. Dan perlu disediakan sekeranjang makanan
kegemarannya sehingga membuatnya benar-benar terbangun.
Pertama kali yang dilakukan Kumbakarna ketika terbangun
adalah bicara dengan kakaknya, agar mengembalikan Shinta. Tapi Rahwana juga
memiliki dalih kuat yang justru ingin melindungi Shinta yang dianggapnya telah
diperalat. Apalagi saat itu pasukan Ayodya sudah hampir menuju pantai negeri
Alengka. Maka Kumbakarna pun memimpin pasukan Alengka di garis depan, bukan
dalam rangka membela kakaknya, tapi lebih kepada membela negerinya yang sedang
menghadapi penjajah. Kumbakarna pun melawan Sri Rama tidak dengan rasa benci,
yang dia lakukan hanya dalam rangka melindungi tumpah darahnya. Semua ksatria
Ayodya yang terluka atau mati di tangan Kumbakarna, dia perlakukan dengan
hormat dan menjunjung tinggi sikap ksatria sebagai sesama patriot.
Panah Sri Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna.
Tapi itu tak menghentikannya. Kumbakarna tetap menggempur dengan kakinya.
Sampai panah Sri Rama memutuskan kedua kaki itu. Kumbakarna tetap tidak
berhenti, tanpa tangan dan kaki dia menggelindingkan badan kesana kemari
menggempur prajurit Ayodya. Panah Sri Rama terakhir menigas leher Kumbakarna.
Dihari
kematian Kumbakarna pun, Sri Rama mengibarkan gencatan senjata, sebagai
hormatnya kepada Kumbakarna atas keberanian, dan semangat bertempur sebagai
seorang pejuang, yang baru kali itu Sri Rama melihat seorang patriot seperti
Kumbakarna.
Sumber: Media Wayang Indonesia