
Kumbakarna mempunyai tempat kedudukan di
kesatrian negara Leburgangsa. Ia berwatak jujur, berani karena benar dan
bersifat satria. Pada waktu mudanya ia pergi bertapa dengan maksud agar dapat
anugerah Dewa berupa kejujuran dan kesaktian. Kumbakarna pernah ikut serta
Prabu Dasamuka menyerang Suralaya, dan memperoleh Dewi Aswani sebagai istrinya.
Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra bernama; Kumba-kumba dan
Aswanikumba.

Kumbakarna akhirnya gugur dalam pertempuran melawan
Prabu Rama dan Laksmana. Tubuhnya terpotong-potong menjadi beberapa bagian oleh
hantaman senjata panah yang dilepas secara bersamaan. Apa yang terjadi pada
diri Kumbakarna merupakan karma perbuatan Resi Wisrawa, ayahnya tatkala
membunuh Jambumangli.

Dalam bahasa Sansekerta, secara harafiah nama
Kumbhakarna berarti “bertelinga kendi”.
Ayah Kumbakarna adalah seorang resi bernama Wisrawa,
dan ibunya adalah Kekasi, puteri seorang Raja Detya bernama Sumali. Rahwana,
Wibisana dan Surpanaka adalah saudara kandungnya, sementara Kubera, Kara,
Dusana, Kumbini, adalah saudara tirinya. Marica adalah pamannya, putera Tataka,
saudara Sumali. Kumbakarna memiliki putera bernama Kumba dan Nikumba. Kedua
puteranya itu gugur dalam pertempuran di Alengka. Kumba menemui ajalnya di
tangan Sugriwa, sedangkan Nikumba gugur di tangan Hanoman.



Setelah bangun, Kumbakarna menghadap Rahwana. Ia
mencoba menasihati Rahwana agar mengembalikan Sita dan menjelaskan bahwa
tindakan yang dilakukan kakaknya itu adalah salah. Rahwana sedih mendengar
nasihat tersebut sehingga membuat Kumbakarna tersentuh. Tanpa sikap bermusuhan
dengan Rama, Kumbakarna maju ke medan perang untuk menunaikan kewajiban sebagai
pembela negara. Sebelum bertarung Kumbakarna berbincang-bincang dengan
Wibisana, adiknya, setelah itu ia berperang dengan pasukan wanara.
https://plus.google.com/101835819632365424561
https://plus.google.com/101835819632365424561

Dalam
peperangan, Kumbakarna banyak membunuh pasukan wanara dan banyak melukai
prajurit pilihan seperti Anggada, Sugriwa, Hanoman, Nila, dan lain-lain. Dengan
panah saktinya, Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Namun dengan kakinya,
Kumbakarna masih bisa menginjak-injak pasukan wanara. Kemudian Rama memotong
kedua kaki Kumbakarna dengan panahnya. Tanpa tangan dan kaki, Kumbakarna
mengguling-gulingkan badannya dan melindas pasukan wanara. Melihat keperkasaan
Kumbakarna, Rama merasa terkesan dan kagum. Namun ia tidak ingin Kumbakarna
tersiksa terlalu lama. Akhirnya Rama melepaskan panahnya yang terakhir. Panah
tersebut memisahkan kepala Kumbakarna dari badannya dan membawanya terbang,
lalu jatuh di pusat kota Alengka.